Hi, guest ! welcome to O-L-X.blogspot.com!. | About Us | Contact | Register | Sign In

Suku di Andaman yang Mengisolasi Diri Hingga Ribuan Tahun

Suku di Andaman yang Mengisolasi Diri Hingga Ribuan Tahun
Jika ada sekelompok orang yang memenuhi syarat untuk istilah “Terputus dari Dunia Luar” itu adalah suku Sentinelese. Seperti pribumi pulau Andaman lainnya, mereka telah berhasil hidup selama ribuan tahun di dekat salah satu jalur pelayaran paling kuno namun tetap terhindar dari pengaruh peradaban luar, seperti yang dikutip dari Alam Mengembang Jadi Guru.

North Sentinel Island
Terletak di Teluk Bengal, kepulauan Andaman telah diketahui dunia luar sejak zaman kuno. Suku-suku di kepulauan Andaman merespon dengan permusuhan yang intens pada setiap upaya kontak yang dilakukan oleh orang dari luar wilayah mereka, dengan melesatkan anak panah, tombak dan batu kepada setiap pengunjung yang beruntung dapat mendekati pantai mereka.

Dokumen Arab dan Persia awal melaporkan bahwa pulau-pulau Andaman dihuni oleh suku-suku ganas. Kemudian penjelajah India dan Eropa menjauhi pulau-pulau ini untuk menghindari suku-suku yang ganas ini.

Marco Polo menyebut mereka “Masarakat yang paling keras dan kejam yang tampaknya memakan semua orang yang mereka tangkap”. Dengan kata lain, selama ratusan tahun di mana seluruh dunia saling menginvasi dan saling menaklukkan satu sama lain, namun suku-suku di kepulauan Andaman ini terhindar dari invasi dan penaklukan karena ketidakramahan kekejaman mereka, sehingga membuat semua penjelajah jaman dahulu memutuskan untuk membiarkan saja kepulauan ini.

Namun lambat laun hal-hal diatas mulai berubah. Selama pemerintahan kolonial Inggris di India dan Burma, pemukiman Eropa yang permanen pertama, koloni hukuman, didirikan pada akhir 1700-an di pulau Andaman Besar. Satu demi satu suku setempat perlahan mulai melepaskan isolasi mereka. beberapa suku punah. Suku terakhir yang akhirnya mau berhubungan dengan dunia luar adalah suku Jarawa, yang melakukan kontak damai pertama dengan pemerintah India pada tahun 1997.

Perbandingan peta yang menunjukkan distribusi suku-suku Andaman di Kepulauan Andaman – awal 1800-an dibandingkan dengan tahun 2004.
(a) depopulasi cepat tenggara tanah air suku Jarawa pada periode 1789-1793
(b) Onge (warna biru) dan penyusutan Andaman Besar untuk pemukiman terisolasi
(c) Suku Jangil punah pada tahun 1931
(d) Jarawa pindah ke pantai barat Andaman Besar
(e) Hanya zona Sentinelese yang agak utuh


Sedangkan suku Sentinelese, penduduk pulau Utara Sentinel kecil, adalah satu-satunya suku yang tersisa di rantai Andaman yang mempertahankan isolasi mereka. Sejak tahun 1967 pemerintah India telah berusaha untuk melakukan kontak damai dengan Sentinelese dibawah naungan penelitian antropologi . “Ekspedisi Kontak” ini terdiri dari serangkaian kunjungan dengan membawa hadiah seperti kelapa dan barang-barang yang diperkirakan dibutuhkan oleh Sentinelese, dengan tujuan untuk membujuk Sentinelese agar menghilangkan adat permusuhan mereka kepada orang luar. Hampir semua upaya ini disambut dengan hujan anak panah dan batu!

Pada tahun 2006, pemanah Sentinelese menewaskan dua orang nelayan yang sedang memancing secara ilegal di dekat pulau mereka, dan mereka juga mengusir helikopter yang dikirim untuk mengambil mayat nelayan dengan hujan panah. Akhirnya pemerintah India mengambil kebijakan untuk membiarkan pulau Sentinel utara tetap tak terganggu. Saat ini tidak ada upaya terencana untuk menghubungi Sentinelese dan akses ke pulau Utara Sentinel dilarang keras.
Perahu nelayan yang direbut Sentinelese karena terlalu dekat dengan pulau mereka

Semua pengetahuan tentang Sentinelese berasal dari pengamatan dari jarak jauh atau dari perbandingan dengan suku-suku kepulauan Andaman lainnya. Mereka diklasifikasikan sebagai Negritos, kelompok yang memiliki keterkaitan jauh dengan masyarakat yang mendiami daerah terisolasi di Asia Tenggara, namun menunjukkan karakteristik fisik seperti yang umumnya ditemukan di Afrika, seperti warna kulit yang sangat gelap dan rambut keriting jagung. Suku Sentinelese kelihatannya lebih tinggi daripada rata-rata orang Andaman lainnya.

Sentinelese tidak mengenakan pakaian, hanya memakai daun, dawai serat atau bahan sejenis sebagai hiasan. Bando yang terbuat dari tanaman merambat tampaknya menjadi mode di kalangan pria. Tidak ada tanda-tanda pertanian di pulau itu. Sebagian besar alat dan senjata mereka terbuat dari batu dan tulang hewan, dan tampaknya suku Sentinelese memanfaatkan kepingan-kepingan logam yang terdampar di pantai mereka.

Populasi pulau Sentinel Utara diperkirakan mencapai 250 orang. Setelah tsunami Samudera Hindia tahun 2004, ada ketakutan bahwa Sentinelese mungkin telah hancur, namun mereka tampaknya telah selamat acara relatif tanpa cedera.
Foto ini diambil tepat setelah Sunami 26 Desember 2004 Dari Helikopter. Tampak Seorang Sentinelese berusaha mengusir Helikopter

Dan dibawah ini Adalah Video kontak dengan Sentinelese yang dikatakan “Friendly”. Namun yang tidak ada di video ini adalah akhir dari kontak tersebut yang berdarah-darah dan hujan panah


Kita Telah lihat bahwa orang-orang Sentinelese ini sehat-sehat dan sepertinya tidak kekurangan apapun. Bahkan mereka bisa selamat dari bencana Sunami 2004 dengan cara mereka sendiri. Jadi sepertinya mereka memang tidak membutuhkan orang luar untuk membantu mereka. Oleh karena itu, mengapa kita tidak menghormati pilihan mereka untuk tidak berhubungan dengan orang luar seperti kita?

Seramnya Mumi-Mumi di Museum Mayat Meksiko
Posted: 02 Sep 2014 07:54 PM PDT
Peristiwa tragis pada masa lampau meninggalkan pembelajaran penting untuk masa kini. Penyakit-penyakit yang sekarang sudah dengan mudah disembuhkan, ternyata menjadi wabah mengerikan pada masa lalu, dengan akibat-akibat yang juga mengerikan. Dengan pembelajaran, sejarah tidak perlu berulang.

Untuk urusan jalan-jalan, jika Anda termasuk jenis orang yang lebih suka The Mutter Museum daripada Abad Pertengahan, dan lebih suka naik kuda daripada minivan, Meksico bisa jadi merupakan tempat sempurna untuk menjadi tujuan wisata.

Seperti yang dikutip dari Liputan6.com, ada saja hal-hal aneh di sana. Ada La Popular, suatu toko perlengkapan pernikahan di mana suatu mayat menjadi model pakaian-pakaian pernikahan, ada patung mengerikan yang terbuat dari bagian-bagian tubuh manusia di Gereja Immaculate Conception, atau Pulau Boneka (Isla de las Muñecas), di mana ribuan boneka dikabarkan hidup kembali pada malam hari dan membunuhi hewan-hewan.

Suatu tujuan wisata yang paling menyeramkan adalah museum yang didirikan untuk menyimpan mayat-mayat, termasuk satu mayat wanita yang meninggal karena dikubur hidup-hidup.

The Mummies of Guanajuato di Meksico memiliki riwayat yang sedih namun menarik yang bermula pada wabah kolera pada tahun 1833. Sekitar 30 puluh tahun setelah wabah itu, pemakaman kota menjadi penuh sehingga terjadi kekurangan serius akan ruang pemakaman. Sebagai upaya untuk memperbaiki masalah itu, Guanajuato menerapkan pajak yang menuntut para keluarga untuk membayar penguburan saudara-saudara mereka.

Pada suatu masa, pajak itu pernah mencapai 170 peso per tahun untuk 3 tahun. Sayangnya, kebanyakan warga tidak mampu membayar atau tidak peduli, sehingga 90% kuburan itu terbengkalai.
Lalu apa yang terjadi dengan jasad-jasad yang dikeluarkan paksa? Kota Guanajuato tinggal membawanya ke pergudangan kota untuk penyimpanan. Setelah tersiar kabar bahwa bangunan itu menyimpan banyak jenazah yang menjadi terawetkan secara alamiah, para wisatawan perlahan-lahan mendatangi kota itu karena ingin melihat ruang penyimpanan yang terkutuk itu.

Para penjaga kuburan, yang ingin mencari keuntungan keuangan dari ketenaran tempat itu, mulai memungut sejumlah uang sebesar beberapa peso untuk mereka yang ingin masuk ke dalamnya. Gagasan itu menjadi besar sehingga akhirnya tempat itu dijadikan museum resmi dengan nama De Museo De Las Momias.

Pada 1958, disetujuilah undang-undang yang melarang pameran jenazah, tapi pada saat itu museum tersebut sudah sangat terkenal sehingga dibiarkan dan terus memamerkan jasad-jasad. Museum itu semakin terkenal melalui film 1970-an yang berjudul Santo Versus the Mummies of Guanajuato. Film itu menceritakan tentang seorang Santo yang berperang melawan mumi-mumi di museum itu, yang secara sihir hidup kembali.

Saat ini museum tersebut tetap menjadi suatu tempat tujuan wisata terkenal di seluruh negeri, dan menyimpan 108 mayat berbagai ukuran dan usia kematian, termasuk satu mumi terkecil di dunia, yakni suatu janin dari wanita yang menjadi korban wabah kholera.

Namun demikian, mumi yang paling terkenal adalah Ignacia Alguilar, seorang wanita yang belakangan diketahui telah terkubur hidup-hidup.Di tengah-tengah wabah kolera itu, korban-korban yang meninggal dikuburkan sesegera mungkin supaya mencegah penyebaran penyakit tersebut. Lazimnya, mereka yang meninggal dimakamkan dalam waktu satu hari setelah kematiannya. Dapat dibayangkan, dengan kurangnya pengetahuan kedokteran dan sempitnya waktu untuk penguburan berakibat kepada beberapa kesalahan. Ignacia adalah salah satu di antaranya.

Ignacia Aguilar memiliki kondisi kesehatan yang khas yang menyebabkan jantungnya kadang-kadang berhenti, atau berdetak secara lembut sehingga tidak mudah dideteksi.Ia memiliki keadaan itu seumur hidupnya namun tidak pernah menjadi sakit karenanya. Namun setelah ia menderita kolera, keluarganya mengira ia meninggal dan tergesa-gesa menguburkannya.

Beberapa tahun kemudian, ketika jasadnya dikeluarkan karena keluarganya tidak membayar pajak pemakaman, ia didapati bertelungkup di dalam peti matinya, dengan jidat yang dipenuhi cakaran-cakaran. Mulutnya penuh dengan darah karena menggigiti tangannya sendiri. Jasadnya masih dipajang di museum itu dan mulutnya masih ternganga lebar karena berteriak di dalam peti matinya.

Ada suatu kasus yang sangat mirip, yaitu penguburan hidup-hidup seseorang yang mengidap penyakit kolera di Edisto Island Presbyterian Church di Negara Bagian California, Amerika Serikat.
Biaya masuk ke Museo de Las Momias adalah 55 peso, atau sekitar US$ 4,25 (sekitar Rp 50 ribu). 

Dengan tambahan beberapa dolar AS, pengunjung diperbolehkan untuk mengambil semua foto-foto menyeramkan sesukanya. Silakan saja orang-orang bersenang-senang liburan musim semi di Cancun di Mexico dengan pantainya yang indah itu, tapi tidak banyak orang yang selfie dengan mumi.
Ada beberapa tempat mumi lain misalnya Ye Olde Curiosity Shop di Kota Seattle, Negara Bagian Washington, tempat Sylvester dan Sylvia, yang adalah dua mummi yang terawetkan paling bagik di dunia. Ada juga Barbour County Historical Museum, yang memajang korban-korban ilmuwan-ilmuwan gila.